Landasan
paradigma Islam tentang etika bisnis filosofis yang harus dibangun dalam
pribadi setiap Muslim adalah adanya konsepsi hubungan antar manusia dengan
manusia dan lingkungannya, serta hubungan antar manusia dengan Tuhannya, yang
dalam bahasa agama dikenal dengan istilah (hablum minallah wa hablumminannas).
Dengan berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis atau
beraktifitas apapun akan merasa ada kehadiran "pihak ketiga"
(Tuhan) di setiap aspek hidupnya. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral
dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena Bisnis dalam Islam tisak
semata mata orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan
kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi
sorotan penting dalam ekonomi Islam.
Etika
berbeda dari akhlaq, Untuk etika, standar bai-buruk, utama-sia-sia,
boleh-dilarang berdasar pada falsafah dan ilmu, Untuk akhlaq, standar
baik-buruk, utama-sia-sia, boleh- dilarang berdasar pada syariat (aturan Tuhan
– wahyu suci). Maka, menyebut istilah ”Etika Bisnis Menurut Islam” itu sudah
salah, meskipun dalam istilah ”Akhlaq Menurut Islam” terkandung di dalamnya ada
unsur filosofis-ilmiah. Tetapi jika menggunkan istilah ”Akhlaq Bisnis Menurut
Islam” tidak lazim karena pngaruh peradaban sekuler, sehingga di sini tetap
menggunakan istilah ”Etika Bisnis Menurut Islam”.
Islam
ditujukan sebagai rahmatan lil’alamiin. Allah berfirman: Dan tiadalah
Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam (QS. Al-Anbiya’/21:07)
Motifasi
Rasulullah untuk berbisnis,
Islam
melarang pemeluknya menganggur, dan supaya senantiasa dalam kesibukan, kecuali
istirahat. Allah berfirman: Artinya: Maka apabila kamu telah selesai (dari
sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain (QS.98 :
7).
- Ibadah itu ada 10 bagian. 9 bagian adalah mencari rezeki halal. (konon) Rasul bersabda; ”al-’ibaadatu ’asyaratu ajzaa’. Tis’atun minha fi thalabil halaal (al-Hadis).
- Mencari rezeki halal wajib bagi setiap Muslim. Rasul bersabda: ”Thalabul Halaali faridlatun ’alaa kulli muslimin. Rawaahu Abu Daawuda dari Abi Hurairah dari).
- Mencari rezeki halal direken seperti Syahid-syuhadaa’. Rasul bersabda: Man sa’a ’ala ’aalihi min halaalinfahuwa kalmujaahid fi sabiilillaahi. Waman thalaba ad-dunya halaalan fi ’afaafin kaan fidarajatis-Syuhadaa’ (Barang siapa yag keluar rumah mencari rezeki halal untuk keluarga, ia seperti pejuang di jalan Allah. Dan barang siapa mencari rezeki halal dalam penjagaan, ia berada pada status syuhadaa’).
Larangan-larangan
dalam berbisnis
Berbisnis
haram, umpama MMOK (makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika) haram atau
mengandung sesuatu yang haram, night club discotic, bordilan, dan yang
sebangsanya). Allah berfirman: Artinya: Katakanlah: “Tidak sama yang buruk
dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka
bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat
keberuntungan (QS. al-Maidah/5 : 100).
- Memperoleh harta secara tidak halal.
- Monopoli atau persaingan tidak fair. Rasul bersabda: Man ihtakara hakratan yuriidu an-yaghla biha ’alal-muslimiina fahiwakhaathiun (Barang siapa menumpuk-numpuk, dagangan, sedang ia bermaksud menjualnya dengan harga mahal terhadap kaum muslimin, dia itu salah besar.HR. Muslim).
- Memalsu dan menipu mitra bisnis.
Bentuk-bentuk
penipuan antara lain:
- Penawaran dan pengakuan (testimony) fiktif, umpama belum ditawar orang sudah mengaku ditawar orang banyak dan persediaan amat terbatas, system entul yaitu teman-teman oenjual sendiri berpura-pura berebut untuk membeli supaya orang lain segera membeli karena khawatir tidak kebagian membeli.
- Iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan seperti ikhlan tentang MMOK, baik melalui TV, media cetak, maupun media in door, dan out door.
- Eksplorasi erotisme dan seksualisme wanita dalam berbisnis, baik dalam level individual, organisasi, maupun system; Sejak dari promosi, kegiatan bisnis, maupun pasca bisnis (bonus-bonus, bina lingkungan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar